Minggu, 28 September 2014

Dampak Besar dari Cetiya Kecil di Oakland, AS

Bhagavant.com,
California, Amerika Serikat – Tahukah Anda bahwa tindakan sekecil apa pun dapat memberikan dampak perubahan? Setidaknya hal ini terbukti dalam peristiwa yang terjadi di lingkungan Oakland, California, Amerika Serikat, saat tindakan kecil menghasilkan dampak yang besar.
Cetiya kecil di Oakland, AS membawa dampak besar bagi lingkungan. Foto: Youtube
Cetiya kecil di Oakland, AS membawa dampak besar bagi lingkungan. Foto: Youtube CBS SF Bay Area CBS SF Bay Area – KPIX 5

Ketika sebuah jalan tertutup di 11th Avenue dan 19th Street di Oakland menjadi sebuah daya tarik bagi para penjual obat-obat terlarang dan menjadi tempat pembuangan sampah ilegal, seorang warga memiliki sebuah gagasan dengan membeli sebuah rupaka kecil Buddha di sebuah toko perangkat keras dan menempatkannya di jalur hijau.

Kemudian ditempat yang sama sebuah cetiya kecil didirikan untuk menempatkan rupaka Buddha tersebut yang akhirnya menarik puluhan warga etnis Tionghoa dan Vietnam yang datang ke cetiya itu setiap harinya.

Dan secara ajaib semenjak cetiya tersebut dikembangkan, kriminalitas dan penyakit dari tanaman (hawar) mulai menghilang, dan antar warga yang tidak berbicara dalam bahasa yang sama menjadi saling terhubung.

Saat ditanya apakah tempat tersebut sangat penting, Sau Tran, seorang warga senior yang tinggal tidak jauh dari cetiya kecil tersebut membenarkannya.
“Ya, sangat penting bagi saya. Saya percaya kepada Buddha. Saya sangat sangat percaya Buddha,” kata Sau Tran seperti yang diliput KPIX 5, Rabu (17/9/2014).

Dengan dampak yang dirasakan oleh warga, maka saat pemerintah kota hendak menggusurnya karena dianggap berbahaya, warga serempak menolaknya.
“Kita semua telah bekerja sama dengan kota dan menginginkan ‘lebih baik Anda tidak menghancurkannya, ini merupakan sesuatu yang merupakan bagian dari tempat kami,’” kata Christina Moicillo, salah seorang warga.

Sejauh ini pemerintah kota telah menunjukkan kebijaksanaan dengan membiarkan cetiya tersebut tetap ada.
“Para wargalah yang mengambil inisiatif dan membersihkan tempat kami sendiri,” kata Moicillo. “Kami yang melakukannya. (Cetiya) ini telah melindungi dengan baik, kami semua merawatnya, (cetiya) ini telah menjadi bagian dari komunitas kami sekarang.”
Yang menarik dan ironinya, rupaka tersebut ditempatkan untuk pertama kali pada lima tahun yang lalu oleh seorang warga non-Buddhis, yang berpikir rupaka tersebut dapat membantu memperindah lingkungan.[Bhagavant, 28/9/14, Sum]

Etika Sosial Buddhis



ETIKA SOSIAL BUDDHIS
MENGACU PADA TULISAN TAVIVAT PUNTARIGVIVAT YANG BERJUDUL "THOWARD A BUDDHIST SOCIAL ETHICS: THE CASE OF THAILAND"



PENDAHULUAN
Memandang Buddhisme sebagai agama yang anti sosial dan hanya mementingkan kepentingan pribadi tidaklah salah, tergantung dari  mana orang tersebut memandang Buddhisme dalam membangun hubungan sosial. Kritikan terhadap Buddhisme sebagai agama yang hanya mementingkan keselamatan pribadi dan tidak memiliki etika sosial mungkin tampak benar. Namun ketika prinsip-prinsip dalam Buddhisme, terlebih lagi dalam hal pembebasan ― dapat ditafsirkan dan diperluas ke teori etika sosial, sudah barang tentu Buddhisme memiliki etika dalam hubungan sosial.
Etika sosial diartikan sebagai peraturan yang dianut oleh suatu tatanan sosial, yang merupakan hasil kreasi manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk menjaga hubungan suatu masyarakat yang baik dan harmonis. Etika sosial juga dikatakan sebagai cara pandang untuk membangun kepedulian terhadap suatu permasalahan yang terjadi dalam suatu masyarakat, dan digunakan sebagai dasar bagi seseorang untuk lebih berperan dalam tindakan sosial,  bukan sekedar pada tindakan individual atau religius saja. Pada bagian ini Buddhisme dituntut untuk memiliki peranan lebih terhadap permasalahan umum yang ada, tidak hanya pada pembebasan pribadi dengan tujuan kebagaiaan pribadi. Dalam Buddhisme banyak aspek yang akan ditemukan, dimana aspek-aspek tersbut bisa diterapkan untuk membangun etika sosial Buddhis. Misalnya saja Metta, Karuna, Mudita, Upekkha, Sacca, dan lain sebagainya. Tentu hal-hal tersebut bersifat lebih pada tindakan nyata, bukan hanya sekedar teori atau bahkan hanya sekedar tahu. Misalnya saja ketika seseorang lapar, yang dibutuhkan bukan teori bagaimana orang tersebut bisa kenyang, namun yang lebih dibutuhkan adalah makanan yang bisa membuat orang tersebut kenyang. Selain hal-hal tersebut etika Buddhis yang paling mendasar dapat juga kita temukan pada lima latihan moral (pañcasīla). Sekilas jika kita pandang isi dari lima latihan ini hanya mengarah pada diri sendiri, hanya untuk kebahagiaan dan keuntungan pribadi, bukan terhadap kepentingan diluar diri. Lalu mengapa lima latihan moral ini dapat dikatakan sebagai dasar etika sosial yang dimiliki Buddhisme?


Anatta


Beginikah nasib kaumku?