PELAKU KEBAJIKAN AKAN BERBAHAGIA DI KEDUA ALAM
(Empat Cakka)
Oleh: Sāmaṇera Yogi Guṇavaro
Guṇapiyo
“Dhammaṁ care sucaritaṁ,
na naṁ duccaritaṁ
care;
Dhammacārī sukhaṁ
seti,
asmiṁ loke paramhi
ca’ti.”
Hendaklah seseorang
hidup sesuai dengan Dhamma
dan tak menempuh
cara-cara jahat.
Barang siapa hidup
sesuai dengan Dhamma,
maka ia akan hidup
bahagia di dunia ini maupun di dunia selanjutnya.
(Dhammapada: 169 –
Loka Vagga)
Apa yang
telintas di dalam pikiran kita saat mendengar kata ‘kebahagiaan’ dan ‘kebajikan’?
Apakah keduanya dapat dipisahkan? Atau?
Kebahagiaan
dan kebajikan adalah dua hal yang saling menopang satu dengan yang lainnya.
Kebahagiaan, kebahagiaan bukan lah hal instan, kebahagiaan yang dapat kita
rasakan merupakan hasil dari kebajikan yang telah kita lakukan, dilakukan
sebelumnya. Ketika seseorang membantu orang lainnya, orang lain tersebut merasa
bahagia dan berpuas hati, kebahagian yang dapat kita rasakan dari kebajikan
tersebut adalah, ketika kita mampu melihat orang yang kita bantu merasa bahagia
dan menikmati pemberian kita. Demikian pula dengan kebahagiaan, kebahagian yang
kita rasakan merupakan suatu kondisi yang baik, yang dapat mendorong kita untuk
berbuat baik lagi, lagi dan lagi. Dengan kata lain, ketika seseorang melakukan
kebajikan dan kemudian berbahagia atas hasil yang diperoleh, orang tersebut di
dorong untuk kembali melakukan kebajikan dengan kebahagiaan yang tengah ia
rasakan.
Kita
ketahui dalam kehidupan ini ada beberapa orang yang selalu ingin berbahagia
namun tidak ingin melakukan sesuatu, terlebih lagi berbuat kebajikan. Menunggu
kebahagiaan datang secara instan merupakan mimpi di siang bolong, tidak akan
menjadi kenyataan dan tidak akan didapatkan. Manusia itu ingin berbahagia
tetapi enggan berbuat. Dari sekian banyak manusia, hanya sedikit manusia sampai
kepantai seberang, lainnya hanya hilir mudik di tepi pantai. Demikian juga
dengan seseorang yang ingin memperoleh kebahaiaan, baik di dunia ini maupun di
dunia yang akan datang, ada yang benar-benar berusaha untuk mencapainya, ada
pula yang hanya menunggu dan berharap.
Dalam
proses mencapai kebahagiaan di dunia ini dan di dunia yang akan datang, tidak
sedikit juga orang yang menggunakan cara instan, cara singkat untuk
memperolehnya. Cara singkat biasa dilakukan dengan cara-cara yang salah, cara
yang tidak sesuai dengan Dhamma. Lantas bagaimanakah dengan cara-cara yang
baik, yang sesuai dengan Dhamma untuk mendapatkan kebahagian tersebut?
Melakukan
kebajikan, kebajikan banyak jenis dan tipenya, kebajikan disini bukan hanya
sekedar memberi materi. Hidup sesuai dengan Dhamma dan mempraktikan Dhamma
secara benar dan tekun, merupakan suatu kebajikan juga. Lantas kebajikan dari
pelaksanaan Dhamma apa yang dapat mendorong kita untuk berbahagia di dunia ini
dan di dunia yang akan datang?
Di dalam
salah satu Sutta yang terdapat pada Dīgha Nikāya yaitu Dasuttara Sutta,
dikatakan oleh YA. Sariputta ada empat roda (cakka) yang sangat
membantu. Roda (cakka) ini dikatakan sangat membantu (bahukāro),
karena ketika dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut akan mudah dalam
mencapai apa yang dicita-citakannya, termasuk kebahagiaan di dunia ini dan di
dunia yang akan datang. Ibarat pedati yang memiliki empat roda, maka pedati
tersebut akan berjalan dengan seimbang dan kuat. Demikian pula dengan seseorang
yang memiliki empat roda (cakka), maka ia akan kuat dan seimbang dalam
perjalanannya untuk mendapatkan apa yang ia cita-citakan. Apa saja keempat roda
tersebut,
“katame
cattāro dhammā bahukārā? Cattāri cakkāni –
patirūpadesavāso, sappurisūpanissayo, attasammāpaṇidhi, pubbe ca katapuññatā.
Ime cattāro dhammā bahukārā.”
“Apakah
empat hal yang sangat membantu? Empat “Roda” (cakkānī) – tempat yang baik untuk menetap (paṭirūpa-desa-vāso), bergaul dengan orang-orang baik (sappurisūpassayo), memahami apa yang berguna bagi diri
sendiri (atta-sammā-paṇidhi), perbuatan baik masa lampau (pubbe-kata-puññātā).”[1]
1. Tempat
yang baik untuk menetap (paṭirūpa-desa-vāso)
Tempat yang
baik untuk menetap yang dimaksudkan dalam hal ini bukan lah tempat yang mewah,
besar, atau megah, akan tetapi tempat yang jauh dari konflik, pertikaian,
peperangan dan jauh dari segala macam penyakit, bencana kelaparan dan
kekeringan. Mengapa demikian? Karena ketika lingkungan tersebut berada dalam
kondisi yang baik, maka akan menunjang orang yang berada di tempat tinggal
tersebut untuk melakukan kebajikan. Berada di lingkungan yang rawan konflik dan
bencana alam sangatlah kecil kemungkian untuk melakukan kebajikan, yang ada
perasaan takut dan khawatir lah yang akan datang menemani kehidupan sepanjang
harinya. Akan tetapi, lingkungan tempat tinggal yang baik pun tidak akan
mendukung seseorang melakukan kebajikan, dimana orang yang tinggal di dalamnya selalu
dipenuhi dengan keserakahan, kebencian, dan ego yang besar, bisa dibayangkan
bagaimana kondisi tempat tinggal dengan orang-orang yang seperti itu, tidak ada
kedamaian sepanjang harinya, tidak ada kebajikan yang dapat dilakukan, yang ada
hanya pertikaian akan ego masing-masing. Oleh karena itu, lingkungan tempat
tinggal yang baik tidak lah cukup untuk membantu dalam pencapaian kebahagiaan,
baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Tetapi didukung dengan
kondisi mental orang-orang yang berada didalamnya, akanlah sangat mungkin untuk
memperoleh kebahagian tersebut.
2. Bergaul
dengan orang-orang baik (sappurisūpassayo)
Tidak dapat dipungkiri, bergaul dengan
orang-orang yang baik sangatlah membawa pada manfaat dan menunjang pada
kehidupan yang berbahagia. Ketika kita memiliki pergaulan dengan orang-orang
yang baik, maka di dalam kehidupan ini ketika kita hendak melakukan sesuatu
yang merugikan ada orang yang selalu mengingatkan, memberitahukan bahwa apa
yang kita lakukan salah. Demikian pula saat kita hendak melakukan sesuatu yang
bermanfaat, mereka akan senantiasa mendukungnya, bukan malah menjerumuskan pada
sesuatu hal yang salah. Di dalam Aṅguttara
Nikāya:
VII[2]
dijelaskan ada tujuh faktor sahabat yang baik, yaitu ia memberikan apa yang
sulit diberikan, dia melakukan apa yang
sulit dilakukan, dia sabar menanggung apa yang sulit ditanggung, dia
memberitahukan rahasianya sendiri, dia menjaga rahasia orang lain, dia tidak
meninggalkan orang di dalam kemalangan, dan dia tidak menghina seseorang di
dalam kemalangannya. Itulah ketujuh faktor dari sahabat yang baik, atau tujuh
faktor orang yang dapat kita jadikan sebagai sahabat yang baik. Bukan hanya
bergaul hanya dengan orang-orang yang demikian, tetapi hendaknya kita juga
memiliki ketujuh faktor tersebut, sehingga orang-orang baik akan dengan mudah
datang dan bergaul dengan diri kita.
3.
Memahami
apa yang berguna bagi diri sendiri (atta-sammā-paṇidhi)
Memahami
apa yang berguna bagi diri sendiri berarti, ketika kita melakukan suatu
perbuatan, hendaknya perbuatan itu berguna bagi diri kita, bukan malah
sebaliknya membuat kita rugi dan dicela orang lain. Demikian ketika seseorang
hendak mencapai kebahagiaan di dunia ini dan di dunia yang akan datang, maka
segala bentuk perbuatannya haruslah ia pahami, apakah ini berguna atau tidak.
Perbuatan yang berguna bagi diri sendiri adalah perbuatan yang ketika dilakukan
senantiasa memberikan manfaat yang baik bagi diri kita sendiri dan terlebih
lagi bagi makhluk lain.
Salah
satu contoh dari memahami apa yang berguna bagi diri sendiri adalah, saat kita
diajak untuk pergi jalan-jalan oleh teman kita, sementara teman yang lain
mengajak kita untuk ikut latihan meditasi di wihara. Kedua ajakan tersebut
adalah baik, akan tetapi ketika seseorang mengatahui mana yang berguna bagi
dirinya, ia akan menimbah dan memilih pilihan tersebut bedasarkan nilai
bergunanya, orang tersebut akan memilih ikut latihan meditasi ketimbang
jalan-jalan. Latihan meditasi akan berguna bagi kemajuan mentalitas dan
batinnya, sementara jalan-jalan hanya mencari kesenangan sesaat, yang belum
tentu ada nilai berguna di dalamnya. Orang yang senantiasa mengetahui mana hal
yang berguna dan mana hal yang tidak berguna, sepanjang hidupnya akan
senantiasa melakukan kebajikan, melakukan kebajikan sesuai dengan Dhamma, dan
kebahagiaan pun akan ia dapatkan.
4.
Perbuatan
baik masa lampau (pubbe-kata-puññātā)
Roda
yang terakhir adalah memiliki ‘simpanan’ atau perbuatan baik masa lampau.
Perbuatan baik masa lampau sangatlah penting untuk menunjang pencapaian
kebahagiaan baik di dunia ini maupun di dunia yang akan datang. Simpanan
kebajikan yang telah di tanam jauh-jauh hari, tentu akan memberikan kondisi
yang baik saat berbuah. Buah atau hasil dari perbuatan baik masa lampaulah yang
nantinya akan sangat membantu dalam pencapaian kebahagiaan itu sendiri. Masa
lampau yang dimaksudkan bukan hanya masa lampau di kehidupan lampau, masa
lampau disini dapat diartikan hari-hari lalu juga – masa
sebelum saat ini.
Misalkan
saja seseorang rajin berbuat baik, ia selalu berbagi apapun yang dibutuhkan
oleh tetangganya, bukan hanya materi tetapi tenaga juga. Suatu ketika ia pergi
jauh dan meninggalkan rumah dalam waktu yang lama, saat itu juga ada orang
berniat tidak baik ingin merampas seluruh isi rumahnya. Karena ia dikenal baik
dengan tetangga dan senang berbagi, tetangganya yang mengetahui hal ini lalu
mencegah perampok-perampok tersebut untuk membawa lari barang-barang miliknya.
Jika kita lihat, orang tersebut sebelumnya tidak segan berbagi kepada
tetangganya, ia juga otomatis ramah kepada tetangga-tetangganya, dan karena
prilakunya yang demikian di masa lampau ia terhindar dari perampokan yang akan
membawanya pada kerugian. Itulah yang dapat dikatakan perbuatan baik di masa
lampau menunjang pada kebahagiaan di dunia ini maupun di dunia yang akan
datang.
Kesimpulan
Tidak
ada kebahagiaan tanpa usaha gigih di dalamnya. Tidak ada kebahagiaan tanpa
tindakan nyata di dalamnya. Bukan kebahagiaan jika itu melukai dan merugikan
makhluk lain. Perbuatan baik yang dilakukan dengan cara-cara yang baik akan
menghasilkan kebahagiaan yang baik pula, baik itu di dunia ini maupun di dunia
yang akan datang. Pada dasarnya setiap orang mampu berbuat baik, tidak
terkecuali dari mana, siapa, memiliki latar belakang bagaimana, dan dari status
apa, semua memiliki kesempatan dalam melakukan kebajikan. Melakukan kebajikan
bukan hanya perihal memberikan suatu barang, materi, atau jasa, melaksanakan
Dhamma yang telah diajarkan oleh Guru Agung Buddha juga merupakan suatu
kebajikan. Kebajikan dari melaksanakan Dhamma akan membuahkan sesuatu yang
bermanfaat, bermanfaat bagi kehidupan di dunia ini, kini dan saat ini, dan
kehidupan di dunia yang akan datang, dunia di mana kita akan dilahirkan setelah
kematian. Hiduplah sesuai dengan Dhamma, melaksanakan kebajikan dan senantiasa
menghindari cara-cara salah dalam mencapai suatu tujuan, maka kebahagiaan akan
ia dapatka. Empat roda (cakka) adalah salah satu dari sekian banyak
pokok pembahasan Dhamma, empat roda ini juga yang merupakan alat bagi si pelaku
kebajikan untuk memperoleh kebahagiaan yang ia tujukan. Oleh karena itu, Dhamma
yang telah di ketahui dengan jelas sebagaimana yang telah di ajarkan oleh Guru
Agung Buddha, hendaknya bukan sekedar kita baca dan ketahui saja, akan tetapi
jauh lebih bermanfaat dan memberikan hasil ketika Dhamma itu dipraktikan dalam
kehidupan kita saat ini. Jangan pernah lelah melaksanakan Dhamma, jangan pernah
mengharap hasil yang instan, nikmatilah proses yang ada, karena ketika kita
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempraktikan Dhamma, disana akan ada
hasil yang baik, yang baik untuk kita rasakan.
Bekasi, 26 Maret 2015
Referensi:
-
Bodhi, Bhikkhu. 2012. The
Numerical Discourses of the Buddha (A Translation of the Aṅguttara Nikāya).
Wisdom Publication: Boston.
-
Walshe,
Maurice. 1996. The Long Discourses of the Buddha: A translation of the Dīgha Nikāya. Wisdom Publication: Boston.
-
Tim Penyusun.
2013. Kitab Suci Dhammapada. Penerbit Bahussuta Society: Singkawang
Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar