Kamis, 08 Mei 2014

8 Cara Menuju Kebahagiaan dan Kesejahteraan pada Kehidupan Sekarang dan Kehidupan Mendatang



8 Cara Menuju Kebahagiaan dan Kesejahteraan pada Kehidupan Sekarang dan Kehidupan Mendatang
Oleh : Sāmaņera Guņapiyo


“Utthiṭṭe nappamajjeya
Dhammaṁ sucaritaṁ care
Dhammacārī sukhaṁ seti
Asmiṁ loke paramhi ca.”
Bangun! Jangan lengah! Tempulah kehidupan dengan benar.
Barang siapa menempuh kehidupan benar,
Maka ia akan bahagia,
di dunia ini maupun di dunia yang akan datang.
(Dhammapada, Loka Vagga;168)


          Kebahagiaan? Kesejahteraan? Siapa makhluk atau orang di dunia ini, di alam apapun yang tidak menginginkan kehidupan bahagia dan sejahtera, tentu semua menginginkannya, bahkan para Dewa yang katanya terlahir di alam berbahagia masih menginginkan kebahagaiaan begitu pula dengan para Peta yang jelas terlahir di alam yang tidak berbahagia.
          Kebahagiaan dan kesejahteraan bisa menjadi tujuan yang sama bagi banyak makhluk, namun hal tersebut bukan berarti membuat makhluk tersebut memiliki cara yang sama dalam mencapainya, dan pada kenyataannya setiap makhluk memiliki cara tersendiri dalam mendapatkan tujuannya.

Mengapa berbeda dalam caranya?
          Setiap orang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, pandangan yang berbeda tersebut di dasari atas keyakinan dan pengetahuan yang orang itu miliki, sehingga menjadi suatu pandangan hidup bagi orang tersebut. Selain itu faktor perbedaan ‘Kebahagiaan dan kesejahteraan’ yang setiap orang inginkan berbeda-beda dan dengan sendirinya cara pandang mereka terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan itu sendiri menjadi berbeda. Salah satu contoh perbedaan pandangan mengenai kebahagiaan adalah, ketika ‘A’ menyatakan bahwa bahagia itu ketika ia mampu memiliki tabungan sebesar 10jt rupiah di tabungannya, maka ‘A’ akan bahagia ketika mampu mencapainya, sementara dilain sisi ‘B’ menyatakan bahwa ia bahagia ketika ia mampu memiliki tabungan sebesar 5jt rupiah di tabungannya, tentu sama dengan ‘A’, ‘B’ akan bahagia ketika mampu mencapai hal tersebut. Namun yang terjadi, ‘A’ tentu tidak akan setuju dengan konsep bahagia yang ‘B’ miliki, karena apa yang menjadi kebahagiaan bagi ‘B’ tidak dapat memenuhi kebahagiaan yang ‘A’ inginkan, itu hanya contoh dari beberapa pandangan seseorang mengenai kebahagiaan.
          Jadi, merupakan hal wajar bahwa cara seseorang untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan menjadi berbeda. Apakah cara dalam mendapatlkan kebahagian tersebut bisa disamakan? Dan jika caranya sama apa hasilnya sesuai dengan yang diinginkan?

Bagaimana pandangan Agama Buddha mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan?
          Bukan hanya cara orang-orang yang berbeda mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan, Agama Buddha pun sama demikian, memiliki cara tersendiri mengenai hal tersebut. Pandangan Agama Buddha mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan adalah ketika seseorang mampu membersihkan kekotoran batin (Kilesa) yang ada pada diri mereka. Apa kekotoran batin yang harus di hilangkan itu? kekotoran batin tersebut adalah Lobha (keserakahan), Dosa  (kebencian), dan Moha (Kebodohan), dengan cara menghilangkan tiga hal tersebutlah kebahagiaan sejati akan diperoleh. Bagaimana cara untuk menghilangkan hal tersebut? Dengan cara mengembangkan Sila (kemoralan), Samadhi (meditasi), dan paňňa (kebijaksanaan), maka padamnya atau hilangnya kekotoran batin akan tercapai. Namun kebahagiaan yang dimaksudkan adalah kebahagiaan tertinggi dan dapat dicapai melalui kebajikan-kebajikan yang banyak dalam banyak kehidupan, pengumpulan parami dan tekad yang kuat akan pencapaian tersebut. Apakah bisa kita mencapai kebahagiaan tersebut? Tentu bisa.
Lalu bagaimana mengenai kebahagiaan untuk seorang perumah tangga dalam saat ini, kehidupan ini dan waktu ini? Dalam Dhammapada, Loka Vagga;168, Buddha mengatakan bahwa, “Ketika seseorang mampu menjalani kehidupan benar, maka kebahagiaan akan tercapai, baik di dunia ini (saat ini) maupun di dunia yang akan datang (kehidupan/masa yang akan datang)”

Apa yang dimaksud kehidupan benar untuk tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan? Dan bagaimana cara yang Buddha ajarkan untuk memperoleh hal tersebut?
          Kehidupan yang benar artinya dalah kehidupan yang sesuai dengan Dhamma, sesuai dengan Dhamma berarti sesuai dengan apa yang Buddha ajarkan. Lalu apa yang Buddha ajarkan bagi murid-muridnya mengenai pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan?
          Dalam Angguttara Nikaya kelompok IV, Buddha menerangkan pada seoarang keluarga Koliya bernama Dīghajānu, bahwa ada empat hal yang dapat menuntun seseorang mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan sekarang dan empat hal yang dapat menuntun seseorang mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan yang akan datang.


Empat hal yang menuntun seseorang mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan saat ini:

1.   Usaha Gigih (Utthana Sampada)
“… apapun yang dengannya seseorang perumah-tangga mencari penghidupannya melalui cara apapun – ia terampil dan tekun; ia menyelidiki cara-cara yang tepat, dan mampu bertindak dan mengatur segala sesuatunya dengan baik. Ini disebut pencapaian usaha yang gigih.”

Artinya, ketika seseorang mempunyai usaha gigih, penuh semangat dan tidak mudah putus asa, maka dengan usahanya sendiri juga tujuan yang diinginkan akan tercapai, dan ketika tujuan tersebut tercapai maka kebahagiaan dan kesejahteraan akan diperoleh. Tetapi, perlu ditekankan dalam hal ini bahwa usaha gigih (utthana sampada) yang Buddha maksud adalah usaha gigih yang dibarengi dengan pandangan benar, tidak salah cara-caranya dan dilakukan dengan baik, seperti apa yang tertulis pada kutipan di atas. Lalu apa itu pandangan benar dalam usaha gigih? Disini seseorang harus memiliki pandangan bahwa apapun yang dilakukannya harus dilakukan dengan sebaik mungkin atau trampil, tekun dan tentunya tidak merugikan orang lain, sehingga menimbulkan kebahagiaan bagi si pelaku dan orang yang berada di lingkungannya. Selain itu pandangan benar dalam usaha gigih ini mencangkup pandangan benar dalam hal perdagangan, yaitu menghindari lima perdagangan salah yang terdapat dalam AN V;177, yaitu menghindari perdagangan senjata, makhluk-makhluk hidup, daging, minuman keras dan racun, dengan demikian ketika seseorang mampu berpandangan sesuai dengan apa yang telah Buddha ajarkan, maka itulah yang dinamakan pencapaian usaha gigih untuk tercapainya kebahagaiaan dan kesejahteraan pada kehidupan sekarang.

2.   Pencapaian Perlindungan (Araha Sampada)
“… seorang perumah-tangga mendirikan perlindungan dan menjaga kekayaannya yang diperoleh melalui usaha bersemangat, yang dikumpulkan oleh kekuatan lengannya, diperoleh melalui keringat di keningnya, kekayaan benar yang diperoleh dengan benar, … .”

Dapat diartikan bahwa pencapaian perlindungan adalah dimana seseorang mampu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan ketika orang tersebut mampu membangun perlindungan dan menjaga apa yang dimilikinya. Sehingga ketika orang tersebut mampu melindungi apa yang diperolehnya, ia akan merasa tenang dan damai tidak perlu takut dan khawatir apa yang dimilikinya akan dirampas orang lain, selai itu tentu dengan apa yang orang itu lindungi orang tersebut dapat melakukan kebaikan berdana dan membantu banyak orang terutama terhadap keluarganya sendiri dan orang lain pada umumnya, sehingga perlindungan yang ia bangun bukan semata-mata sebagai bentuk kemelekatan terhadap apa yang ia miliki, namun setelah melakukan perlindungan, merawat dan menjaga apa yang ia miliki, lalu ia sadar bahwa dengan apa yang ia miliki ia dapat membantu banyak orang agar orang yang ia bantu juga turut berbahagia dan mendapatkan kesejahteraan, dan pada saat itu ia berlatih untuk melepas, melepas dengan hal-hal yang berguna bukan dengan sia-sia seperti di hambur-hampurkan oleh ahli waris atau bahkan oleh dirinya sendiri.
Dengan seseorang telah memiliki  usaha gigih dalam setiap pekerjaannya maka ia akan memperoleh kebahagiaan, dan dengan pencapaian perlindungan terhadap apa yang dimiliki melalui usaha gigih seseorang dapat memberikan perlindungan terhadap apa yang ia miliki sehingga ia mampu berbagi dengan cara yang baik tanpa menyia-nyiakannya.

3.   Persahabatan yang Baik (Kalyanamitta)
“… ia berbincang-bincang dengan mereka dan berdiskusi dengan mereka, ia meniru mereka sehubungan dengan pencapaian mereka dalam hal keyakinan, disiplin moral, kedermawanan dan kebijaksanaan, ini disebut persahabatan yang baik.”

Dari kutipan di atas yang Buddha katakan, dapat kita simpulkan bahwa ketika kita mampu memposisikan diri kita untuk mengikuti dan mencontoh kebaikan prilaku dan sikap seseorang pada saat itulah kita mampu menempatkan diri kita dalam persahabatan yang baik. Persahabatan yang baik sangat penting peranannya dalam pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan sekarang, salah satu contoh; ‘A’ merupakan orang yang terlahir dari keluarga yang baik dan diajari tentang hal-hal yang baik, namun dalam perjalanan kehidupannya ‘A’ tidak memiliki persahabatan yang baik, lingkungan persahabatan yang ‘A’ cenderung mengarah kepada hal-hal yang tidak baik seperti bermain judi, minum minuman keras sampai, pergi ke tempat-tempat yang tidak pantas hanya untuk pemuasan nafsu. Dengan lingkungan yang ‘A’ miliki tentu tidak menutup kemungkinan ‘A’ pada akhirnya ikut dalam lingkaran pergaulan tersebut meskipun dalam keluarga ‘A’ diarahkan dan dibesarkan dengan cara yang baik untuk melakukan hal-hal yang baik, pergaulan yang ‘A’ miliki mengakibatkan kehidupannya menjadi tidak bahagia dan sejahtera, setiap hari selalu terjadi masalah dalam kehidupannya dan dengan kondisi ‘A’ yang sudah berumahtangga masalah itu pun turut merusak rumahtangganya, pasangannya sesekali menjadi korban pelampiasan kekerasannya karena tidak mendukung atau menolak pergaulannya, lalu bagaimana dengan anak-anaknya? anaknya juga hidup dalam masalah tersebut dan bukan hal aneh jika anak tersebut akan menjadi seperti orangtuanya, karena anak itu hidup dalam kondisi dan keadaan seperti itu maka ia merekam dan menganggapnya itu wajar sehingga terpola pada anak tersebut. Apakah kebahagiaan dan kesejahteraan ada pada keluarga ‘A’, apa ia telah mencapai apa itu kebahagiaan dan kesejahteraan? Tentu tidak, sebaliknya ketika ‘A’ mampu memiliki persahabatan yang baik, yang mampu membimbing dan mengarahkan pada hal-hal yang baik, maka kebahagaiaan dan kesejahteraan dapat ia capai melalui hal tersebut, dan itulah yang dinamakan pencapaian persahabatan yang baik dalam memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan sekarang.

4.   Kehidupan Seimbang (Samma Jivita)
“… bagaikan seorang pandai emas atau muridnya, memegang timbangan, mengetahui, ‘dengan sebanyak ini timbangan akan turun, dengan sebanyak ini timbangan akan naik,’ demikian pula seorang perumah-tangga mengarah pada kehidupan seimbang.”

Mengetahui seberapa banyak timbangan naik dan turun, artinya tahu kapan kita harus menambahkan beban agar timbangan yang satunya turun dan kapan kita harus mengurangi beban agar timbangan yang satunya naik. Sama halnya seseorang mengetahui pendapatan serta pengeluarannya dan mengarahkan pada kehidupan yang seimbang, tidak berlebihan tidak juga sampai kekurangan, tidak boros juga tidak pelit, sehingga pengeluarannya melebihi pendapatannya. Seseorang diarahkan untuk selalu mengetahui mana kebutuhan yang dirasa perlu dan mana keinginan yang disertai nafsu-nafsu pemuasan, keinginan yang berlebihan yang disertai nafsu pemuasan tidak lah mengarahkan kita menuju pada kebahagiaan dan kesejahteraan, karena dengan hal demikian akan membuat kita menjadi tidak seimbang dalam hal kehidupan, salah satu contoh; ‘A’ memiliki pendapatan 5jt per-bulan, ia ingin membeli handphone dengan harga 4,5jt, dengan pendapatan yang ‘A’ miliki bisa saja ‘A’ mencapai apa yang diinginkannya, tetapi akibat dari itu ‘A’ akan kekurangan dalam kebutuhan yang lainnya, disini keinginan dan kebutuhan hidup menjadi tidak seimbang dan akan membawa tidak tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi ‘A’ pada kehidupan sekarang. Dengan demikian itu tidak dapat dikatakan sebagai kehiudpan seimbang yang mengarah pada pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan.

Empat hal di atas merupakan empat hal yang akan membuat seseorang mecapai kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan sekarang. Lalu seperti apa yang telah diuraikan di atas, ada empat hal lagi dalam pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seseorang dalam kehidupan yang akan datang, empat hal itu adalah:

1.   Saddha (Keyakinan)
Buddha menjelaskan, bahwa seseorang yang memiliki keyakinan akan memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan mendatang. Lalu apa keyakinan yang dimaksudkan oleh Buddha?
Disini seseorang memiliki keyakinan; ia menempatkan keyakinan dalam pencerahan Sang Tathāgata, seperti apa yang terkandung dalam Buddhanussati: ‘Demikianlah Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan prilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingannya, guru para dewa dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Demikian seseorang yang memiliki keyakinan terhadap sifat-sifat pencerahan Buddha akan mencapai kesempurnaan dalam keyakinan.


2.   Sīla (Kemoralan)
Dengan memiliki kesempurnaan dalam kemoralan seseorang akan memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan mendatang. Lalu apakah kesempurnaan dalam kemoralan itu? Ketika seseorang mampu menghindari pembunuhan makhluk hidup atau menghancurkan kehidupan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari ucapan tidak benar atau kebohongan, menghindari anggur, minuman keras dan minuman memabukan yang menjadi landasan kelengahan. Demikian lah hal yang harus disempurnakan dilatih dan dihindari untuk pencapaian kesempurnaan dalam kemoralan, dan dengan demikian maka kebahagiaan pada masa mendatang akan dicapainya, melalui praktik moral yang baik dan terjaga sehingga tiada sesal dan hidup damai, dan ketika ini menjadi hal bisa dalam hidup, menjaga moral dengan baik, maka ketika meninggal pikiran-pikiran baik lah yang akan timbul dan mengkondisikan lahir di alam yang lebih baik dengan buah dari apa yang telah dilakukan.

3.   Caga (kedermawanan)
Kedermawanan merupakan sifat dimana seseorang mampu berbagi kepada orang lain dengan dasar tanpa meminta timbal balik namun tulus, guna kebahagiaan untuk orang lain, dengan begitu ketika seseorang mampu memiliki kedermawanan, tidak kikir, murah hati, bertangan terbuka, gembira dalam melepas, tekun berdema dan senang member, maka berkat kebaikan dari hal itulah yang akan mendorong orang tersebut memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan mendatang. Seperti contoh umum yang sering digunakan, bahwa ‘barang siapa yang menanam benih, maka ia akan memetik hasilnya ketika benih tersebut tumbuh dan menghasilkan buah matang.’ Ini lah yang dinamakan pencapaian dalam kesempurnaan dalam kedermawanan yang membimbing seseorang memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan mendatang.

4.   Paňňa (Kebijaksanaan)
Setelah seseorang mampu mengembangkan dan menyempurnakan Saddha, Sīla dan Caga maka hendaknya seseorang juga melengkapinya dengan menyempurnakan Paňňa (kebijaksanaan) karena dengan dimilikinya kebijaksanaan oleh seseorang dalam kehidupan, ia mampu melihat kedalam muncul dan lenyapnya fenomena, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran total penderitaan. Dengan demikian seseorang dapat mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan mendatang, bahkan kebehagiaan dan kesejahteraan tertinggi akan ia capai.

Kesimpulan
          Dengan demikian walaupun tujuan seseorang berbeda mengenai kebahagiaan dan kesejahteraan, namun caranya dapat disamakan. Buddha telah memberikan pandangan atau cara yang benar untuk dilaksanakan dengan benar, guna memperoleh kebahagiaan dan  kesejahteraan, bukan hanya pada kehidupan saat ini saja, namun jika diterapkan dapat membimbing untuk tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan pada kehidupan dimanasa mendatang. Untuk itulah kita diminta ‘bangun dan jangan lengah’, bangun dan jangan lengah disini berarti kita harus memiliki semangat kuat dan tekad kuat untuk tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan tersebut, dan memiliki kesadaran, waspadaan dalam setiap kehidupan kita, sehingga bila mana kita menemukan cara yang salah kita sadar akan cara salah itu dan mampu berbalik terhadap cara yang benar. Dan cara yang benar itu adalah ke empat hal yang sudah di bahas di atas ditambah dengan empat hal yang membimbing pada kelahiran dialam yang lebih baik untuk kehidupan yang akan datang. Oleh karena itu, usaha gigih saja tidak cukup tetapi usaha gigih yang disertai dengan pencapaian perlindungan, persahabatan baik dan kehidupan seimbang, barulah cukup. Dan perlu diingat, usaha gigih disini bukan disertai dengan nafsu yang berlebihan, namun disertai dengan Viriya yaitu semangat yang tak putus-putus namun tidak diiringi dengan nafsu berlebihan, artinya semangat ini adalah semangat yang harus dipertahankan.





Sumber:
-       Bodhi, Bhikkhu, trans. Kumpulan Kotbah Sang Buddha dari Kanon Pāli: terjemahan dari In The Buddha’s Word An Anthology of Discourses from the Pāli Canon. DhammaCitta, 2011.


         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar