PATTIDĀNA
Oleh: Sāmaṇera Guṇapiyo
“Adāsi me akāsi me
Ñatimittā sakhā
ca me.
petānaṁ dakkhinaṁ
dajjā
pubbe
katamanussaran’ti”
orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu lampau
bahwa,
‘Ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia
adalah kerabatku, sahabatku, dan temanku,’
Patut memberikan persembahan dāna kepada mereka yang telah
meninggal.
(Tirokuḍḍa Sutta: Khuddakanikāya, Kuddakapāṭha)
Upacara
pattidāna bukan sebuah upacara yang
baru terdengar atau asing dalam kehidupan kita, terlebih lagi kita yang berumat
Buddha. Dalam upacara kematian, malam duka, pemakaman jenazah, mengenang 3
hari, , 7 hari, 49 hari, 100 hari, 1 tahun, 1000 hari, atau tahunan upacara pattidāna adalah yang kerap kali
dilaksanakan. Namun yang jadi permasalahan dalam melaksanakan pattidāna kadang ada orang yang belum
mengerti, apa itu pattidāna dan apa
tujuan serta manfaatnya, demikian yang sering muncul pertanyaan dalam orang
yang melakukan pattidāna.
Pattidāna berasal dari dua kata yaitu patti yang berarti ‘jasa’ dan dāna yang berarti pemberian. Seperti syair yang
tertulis di atas, “orang yang mengenang budi yang mereka lakukan di waktu
lampau bahwa, ‘Ia memberi ini kepadaku. Ia melakukan hal ini untukku. Ia adalah
kerabatku, sahabatku, dan temanku,’ Patut memberikan persembahan dāna kepada
mereka yang telah meninggal.” Artinya pattidāna merupakan suatu pemberian jasa dari seseorang kepada
makhluk lainnya. Mengacu pada petikan syair di atas, pattidāna merupakan sesuatu yang patut dilakukan ketika seseorang
mengenang jasa baik atau budi baik yang telah didapatkannya dari orang lain. Pattidāna juga merupakan bentuk ucapan
terima kasih atas apa yang diterima sebelumnya. Dalam Maṅgala-sutta dikatakan, “Menghormat ayah dan ibu, membantu anak
dan isteri, hidup tanpa cela, adalah berkah utama.” Artinya melakukan
penghormatan terhadap orangtua baik itu semasih hidup atau sudah meninggal
dunia merupakan berkah utama. Menghormat
orangtua ketika mereka telah meninggal dapat dilakukan dengan melakukan pattidāna yaitu melakukan pelimpahan
jasa-jasa baik yang telah dilakukan.
Bagaimana
cara melakukan pattidāna? Cara
melakukannya adalah dengan cara melakukan suatu perbuatan baik terlebih dahulu,
bisa itu berdana kepada anggota Saṅgha,
berdana sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang membutuhkan, membersihkan vihāra, atau jika dimungkinkan ketika
mengenang hari meninggalnya anggota keluarga, kita dapat mengundang anggota saṅgha untuk membacakan paritta avamaṅgala, beserta umat-umat
Buddha, dalam upacara tersebutlah keluarga yang bersangkutan melimpahkan
jasa-jasa kebajikannya. Ketika melakukan suatu perbuatan baik, diawali dengan
pikiran baik, dan merasa bahagia setelah melakukannya, rasa bahagia itulah yang
nantinya diberikan, dilimpahkan kepada para leluhur atau sanak saudara yang
telah meninggal, dengan harapan semoga mereka juga turut berbahagia.
Yang menjadi
syarat pattidāna dapat dilakukan dan
dapat dirasakan oleh penerimanya adalah, perbuatan baik yang dilakukan hendaknya
dilakukan oleh orang yang merupakan
anggota keluarga dari almarhum, atau dari si penerima, dengan demikian apa yang
dilakukan akan dirasakan oleh si penerima. Pattidāna
dapat dilaksanakan setiap waktu, setiap saat, saat kita telah melakukan
perbuatan baik kita dapat langsung melimpahkan jasa tersebut, memberikan jasa
baik yang telah kita lakukan kepada para leluhur, para almarhum, dengan
berharap kebahagiaan yang kita rasakan mereka juga turut merasakannya. orang-orang yang baik
itu memperoleh kebahagiaan.
Kalau kita pelajari dan mengerti dengan
baik Tirokudha Sutta, Sutta itu lebih di tujukan kepada
mahkluk-mahkluk di luar alam manusia yaitu alam petta. Lalu siapa yang akan
menikmati persembahan-persembahan itu semua? Tidak salah sasaran yang akan
menikmati dan gembira serta bersuka ria itu yang akan menikmatinya. Apakah
mungkin orang tua, teman, pacar, dan lain-lain lahir di alam petta? Bukalah
pengertian dan wawasan pengetahuan kita, kehidupan ini sangatlah panjang yang
menjadi orang tua kita bukanlah sekali ini dalam kehidupan kita, mungkin orang
tua di kehidupan sebelum-sebelumnya, karena kurangnya kebajikan, kurang berbuat
baik , kurang beramal dan lain-lain. Tetapi hatinya jahat karena kondisi itulah
kemudian dilahirkan di alam petta. Mereka-mereka semua adalah para leluhur kita
yang pernah menjadi orangtua kita di zaman yang kita tidak tahu, mungkin
saudara atau orang tua kita, dan mereka di lahirkan di alam petta. Saat kita
pesta melakukan persembahan, mereka berdatangan dan berkumpul untuk menungu
kita memberikanya kepada mereka. Karena mahkluk petta tersebut juga mahkluk
yang mempunyai sifat ketergantungan. Para mahkluk petta ini hanya akan menungu
dan menungu sebelum dia dipersilahkan. Yang menikmati persembahan itu adalah
mahkluk-mahkluk petta. Mahkluk petta ini sifatnya hidupnya adalah bergantungan
dengan orang lain dan tidak pernah mendapatkan rasa kepuasan, selalu kurang.
Didalam Tirokuda Sutta mahkluk petta ini hidupnya ketergantungan, kalau sanak
keluarga yang masih hidup lupa melimpahkan jasa kepada mereka, mereka tentu
saja akan tambah menderita. Dalam setiap melakukan kebajikan ingatlah selalu
untuk melimpakahkan jasa kepada leluhur kita. Tetapi itu mahkluk petta yang
benar-benar hidup di alam kehidupanya, tetapi juga ada mahkluk petta yang hidup
di luar kehidupannya.
Manfaat yang akan diperoleh ketika seseorang melakukan pattidāna adalah ia akan merasa hidup
tenang, dan secara tidak langsung ia juga menambah perbuatan baiknya, karena pattidāna adalah salah satu bagian dari
macam-macam dāna, yang tentu ketika dilakukan akan membuahkan hal-hal baik pada
kehidupan kita. Jadi pandangan bahwa ketika seseorang membagikan jasa-jasa
baiknya akan mengurangi timbunan perbuatan baiknya, merupakan pandangan salah,
seseorang yang memiliki timbunan perbuatan baik, lalu dibagikan kepada
makhluk-makhluk yang membutuhkan sesungguhnya ia bukan mengurangi tetapi
menambahkan lagi perbuatan baik yang lainnya, melalui dāna yaitu pattidāna.
Oleh karena itulah, dengan cara melakukan pattidāna seseorang akan terus melakukan
penghormatan terhadap mereka yang telah berbuat baik kepada dirinya semasih
hidup, terutama orangtua dan sanak keluarga. Pattidāna juga merupakan bentuk bakti, yang hendaknya dilakukan
selagi kita masih bisa melakukannya. Melakukan penghormatan, merawat, dan
melindungi orangtua, anak, dan sanak keluarga tidak hanya sampai pada saat atau
masa ketika mereka semua hidup, namun ketika mereka semua telah meninggal
penghormatan tersebut juga layak untuk diberikan.
Kaloran – Temanggung, 16 Mei 2014